Quantcast
Channel: Catatan Dari Hati » amprokanblogger2011
Viewing all articles
Browse latest Browse all 7

AMPROKAN BLOGGER 2011 (7) : JELAJAH SITU BEKASI & TAMAN BUAYA CIBARUSAH

$
0
0

Matahari seakan “membakar” Cikarang dengan teriknya yang menyengat saat Rombongan peserta Amprokan Blogger 2011 bergerak menuju lokasi kunjungan berikutnya dari Jababeka Cikarang menuju Situ Bekasi yang berada di Kec.Serang Kabupaten Bekasi. Sebelum berangkat, DR. H.Munawar Fuad, tokoh intelektual asli Bekasi dan menjabat Direktur Eksekutif Forum Investor Bekasi (FIB) serta kini menjadi staf Ahli Kementerian Energi & Sumber Daya Mineral RI, yang akan memandu perjalanan memberikan gambaran sekilas mengenai tempat yang akan dikunjungi nanti.

“Kita akan melihat Situ Bekasi yang terbentuk dari penggalian dan penambangan pasir di daerah Serang, Cikarang Bagian Selatan. Tidak hanya itu, teman-teman blogger seluruh Indonesia ini akan kita ajak ke Taman Buaya di Cibarusah sembari menyaksikan atraksi kesenian tradisional Debus yang menghibur anda semua,” kata Pak Munawar yang juga anggota blogger Bekasi serta penulis aktif yang sudah menghasilkan lebih dari 20 buku ini.

Dengan kawalan mobil patroli Polisi Polres Cikarang, rombongan 3 bis peserta Amprokan Blogger berangkat menuju lokasi Situ Bekasi. Sebelumnya, kami sempat mampir sebentar di Restoran Sami Kuring menjemput satu bis lagi yang berisi 74 orang anak-anak yatim di pesantren Al-Salafiyah Tanjung Air Babelan yang merupakan asuhan dari salah satu anggota Blogger Bekasi asal Bekasi Utara Bang Komaruddin Ibnu Mikam alias Bang Kokom. Kehadiran mereka dalam acara ini merupakan wujud sebuah keinginan luhur Blogger Bekasi sebagai penyelenggara acara ini untuk turut berbagi bersama mereka.

Setelah menempuh kurang lebih 30 menit perjalanan, kami akhirnya tiba disebuah tempat di kawasan Serang Cibarusah. Didepan kami terhampar sebuah pemandangan yang “menakjubkan”. Terlihat jelas sebuah cekungan bumi yang dalamnya sekitar 10-20 meter dan diameter mencapai 100 meter tengah digali oleh sebuah alat besar. Dalam hati saya bergumam, tampaknya inilah sebuah wujud kalimat yang diungkapkan pak Eka Budianta dalam presentasinya tadi pagi bahwa terkadang, kepentingan ekologis, dikalahkan oleh kepentingan ekonomi.

Lihatlah, tanah yang tergali dan menyisakan cekungan dalam di perut bumi akibat penambangan pasir –yang konon sebagian besar adalah ilegal — dibiarkan begitu saja setelah “isi”-nya dikeruk. Cekungan ini lambat laun akan membentuk danau kering dan ekosistem disekitarnya menjadi tak terawat. Beberapa diantaranya menjelma menjadi danau setelah terisi dengan air. Dari informasi pak Munawar ada sekitar 50-an “Situ” dikawasan ini. Dibiarkan begitu saja tanpa ada tindak lanjut apapun. Saya membayangkan bila eksploitasi ini terus berlanjut dan ketika semuanya selesai, tak ada lagi yang bisa digali, maka masyarakat sekitarnya akan kehilangan mata pencaharian. Kerusakan lingkungan disaat yang sama telah terjadi sementara pemerintah setempat sepertinya tidak terlalu memperdulikan hal ini.

Sebenarnya kondisi ini bukan tanpa solusi. Pemanfaatan Situ-Situ atau Danau-Danau sisa penambangan pasir ini sesungguhnya bisa dilakukan dengan menjadikan wilayah ini sebagai daerah tujuan wisata yang tentu berpotensi menghasilkan pendapatan secara ekonomis untuk masyarakat sekitar. Dibutuhkan komitmen, niat baik dan tentu saja kerja keras semua elemen masyarakat dan pemerintah untuk mewujudkan hal ini. Tidak sebatas wacana dan retorika belaka.

Dari Situ Bekasi, rombongan blogger bergerak menuju Taman Buaya Cibarusah. Hanya siperlukan waktu sekitar 15 menit untuk mencapai lokasi taman buaya tersebut dari tempat kami berangkat. “Taman Buaya Indonesia Jaya” Sukaragam – Serang – Bekasi, demikian sebuah prasasti besar dengan patung buaya sedang menganga diatasnya menyambut kehadiran kami disana. Hujan deras mengucur bagai tercurah dari langit ketika kami tiba. Rombongan Blogger plus anak-anak yatim dari pesantren kemudian masuk ke arena pertunjukan dibagian dalam. Kami lalu duduk di kursi beton yang berbentuk setengah lingkaran menghadap ke arena. Ada jeruji tinggi menghalangi, untuk keamanan antara penonton dan buaya yang ada didalamnya. Meski sudah 7 tahun tinggal di Cikarang, inilah kali pertama saya berkunjung di Taman Buaya ini.

Acara pertunjukan dimulai dengan perkenalan oleh para pemain termasuk informasi bahwa ada 500 ekor buaya berada di Taman yang didirikan sejak tahun 1990 ini.Tak lama kemudian aksi yang memerlukan keterampilan dan kemampuan tinggi ditampilkan oleh 4 orang (satu diantaranya menjadi “Pawang” atau pemimpinnya).

Ada aksi bermain bersama ular Phyton , aksi Debus seperti mengupas kelapa dengan gigi atau atraksi kekebalan yang menggunakan benda-benda tajam hingga aksi bermain bersama buaya. Meski hujan mengucur deras, secara profesional mereka tetap beraksi mempertontonkan keahliannya penuh semangat. Sangat mengagumkan. Setiap hari Minggu atau hari libur nasional, Taman Buaya ini menggelar atraksi debus dan pertunjukan tradisional dua kali, masing-masing pukul 11.00 dan pukul 14.00.

Seusai acara, saya sempat berjalan-jalan dibelakang arena pertunjukan. Ternyata terdapat sejumlah “kandang” buaya berbentuk kolam besar disana. Tidak hanya buaya-buaya “normal” namun ada pula buaya cacat atau buntung dan buaya putih atau yang mengalami kelainan pigmen. Jenis buaya yang dipelihara disini berasal dari jenis Buaya Air Payau, Kondisi kolam dan tempat pemeliharaannya terlihat memprihatinkan. Seperti tak terawat, Tembok-tembok kusam berlumut seakan menjadi saksi bisu betapa Taman Buaya yang dikelola swasta ini benar-benar dalam keadaan “hidup segan, mati tak mau”.

Mas Dwiki Setiawan, Salah seorang peserta Amprokan Blogger 2011 menggambarkan suasana mengenaskan Taman Buaya ini pada artikelnya di Blog Blogger Bekasi sebagai berikut:

Taman Buaya Bekasi berdiri semenjak awal dekade 1990-an.  Kondisinya mengenaskan. Salah satu wahana rekreasi alternatif ini, pindahan dari Taman Buaya Pluit Jakarta Utara yang  kini berubah fungsi, dan di sana berdiri dengan megah Mal Pluit. Di Pluit, Taman Buaya telah menemani masyarakat sedari 1982 hingga 1990.

Terletak di Jalan Raya Cibarusah Kecamatan Serang Kabupaten Bekasi. Menempati lahan seluas 1 ¼ hektar, dengan jumlah koleksi satwa reptil kurang lebih 500 ekor. Kondisi Taman Buaya Bekasi sangat mengenaskan dan memprihatinkan. Eksistensi Taman Buaya, di satu sisi menjadi simbol ironi di tengah gencarnya proses industrialisasi di kawasan Bekasi.

Kurangnya pemberitaan dan minimnya biaya promosi menjadi salah satu sebab keberadaan Taman Buaya ini tidak dikenal masyarakat, bahkan oleh sebagian besar warga Bekasi sendiri. Akibatnya pengunjung obyek rekreasi sepi. Di hari Sabtu dan Minggu serta hari libur lainnya, hanya dikunjungi kurang lebih 150 orang. Sementara di hari biasa, tak lebih dari jumlah jari di tangan.

Tatkala peserta Amprokan Blogger 2011 mendatangi tempat rekreasi ini, saya berbicang dengan  Setu Utomo, salah seorang karyawan senior, yang telah bekerja sebagai orang kepercayaan Lukman Arifin, pemilik Taman Buaya, selama 36 tahun.   Menurutnya, diakui dengan harga karcis masuk Rp 20 ribu untuk orang dewasa, dan Rp 10 ribu untuk anak, tempat rekreasi ini kurang mampu bersaing dengan tempat rekreasi lainnya. “Harga karcis sebenarnya wajar. Tidak sebanding dengan biaya operasi. Untuk memberi makan 500 ekor buaya di 5 kolam besar yang ada, rata-rata per hari menghabiskan biaya Rp 300 ribu,” ujarnya.

Selanjutnya Setu Utomo menambahkan, kompoenen biaya operasional lainnya untuk menggaji karyawan yang ada, dan pemeliharaan fasilitas. Lantaran tidak sebanding antara pemasukan dengan pengeluaran, maka fasilitas mulai dari gedung utama, infrastruktur jalan, taman, dan kandang dan lain-lain di dalam kompleks rekreasi itu jarang direnovasi. Kondisi Taman Buaya Bekasi yang mengenaskan ini  tidak berubah dengan semenjak didirikan lebih dari 20 tahun silam.

Apa yang dikemukakan mas Dwiki nampaknya tersirat dari raut wajah sang pemilik Taman Buaya ini, Lukman Arifin (91 tahun) yang secara kebetulan datang ke lokasi yang dimilikinya itu. Saya dikenalkan oleh Pak Munawar Fuad kepada Pak Lukman yang duduk di kursi roda terkena penyakit stroke namun dari sorot matanya yang tajam terlihat semangatnya sebagai perintis taman reptil Carnivora ganas ini. Selain di Cikarang, pak Lukman yang sore itu didampingi oleh sang istri, juga memiliki Taman Buaya di Kalipasir Tangerang dengan jumlah buaya mencapai 1000 ekor dan di Denpasar Bali dengan buaya berjumlah 500 ekor.

Taman Buaya ini selain dijadikan wisata ekologi juga dijadikan sebagai tempat pembudidayaan dan penangkaran. Menurut istri Pak Lukman yang mengelola Taman Buaya di Cikarang hasil pembudidayaan ini berupa bahan industri kerajinan tas, sepatu dan accesories dari kulit buaya. Juga sebagai bahan makanan dan obat dari daging buaya. Pada kesempatan itu Pak Lukman sempat memperlihatkan obat kuat Tangkur Buaya yang konon membuat lelaki lebih perkasa :)

Potensi wisata di Bekasi ini memang sangat sayang bila kemudian tidak dikembangkan dan dilestarikan. Peran serta Pemda Kab.Bekasi yang diharapkan melakukan kerjasama operasional yang konstruktif dengan pihak pengelola agar ajang wisata ekologis yang melestarikan satwa buaya serta memiliki nilai edukasi tinggi ini dapat terus hidup. Dengan badan hukum yang dimiliki pengelola yakni Yayasan Taman Buaya Indonesia Jaya bukan tidak mungkin akan terbuka peluang mengembangkannya menjadi lebih baik dan profesional, termasuk uluran bantuan dari Pemda setempat.

Pukul 17.00 WIB kunjungan ke Taman Buaya Cibarusah berakhir. Sangat berkesan dan membuka mata kami semua, para peserta Amprokan Blogger Bekasi untuk membangkitkan kesadaran memelihara serta melestarikan satwa buaya melalui sarana rekreasi ekologis di Taman ini. Kami sangat berterimakasih atas “traktiran” Pak Munawar Fuad, tokoh intelektual Bekasi yang juga lahir dan bermukim di Cibarusah tak jauh dari Taman Buaya ini untuk menonton atraksi kesenian sekaligus melihat langsung kondisi penangkaran dan pembudidayaan buaya disana. Anak-anak yatim dari Pesantren di Babelan yang kami bawa juga sangat senang dan menikmati atraksi tersebut.

Acara ke Taman Buaya ini menjadi penutup rangkaian kegiatan Amprokan Blogger 2011 yang diadakan oleh Komunitas Blogger Bekasi. Rombongan blogger bergerak meninggalkan Cikarang dan kembali menuju Islamic Center Bekasi. Terimakasih sebesar-besarnya kami ucapkan kepada segenap sponsor pendukung mulai dari Indosat, Pemerintah Kota Bekasi, ICT Watch/Internet Sehat, Pengelola Nama Domain Indonesia (PANDI), Kota Jababeka, Rumah Makan Samikuring dan Air Mineral VIT serta sponsor pribadi Bapak DR.H.Munawar Fuad yang sudah menyokong acara Amprokan Blogger 2011 hingga berjalan lancar dan sukses.

Sampai jumpa di Amprokan Blogger 2012 !!

Selesai


Viewing all articles
Browse latest Browse all 7

Latest Images

Trending Articles